BANSOS & POLITIK: APAKAH PROGRAM BANTUAN SOSIAL BENAR - BENAR TEPAT SASARAN?

OPINI & ANALISIS

Pikettovsky

3/30/20252 min read

Bansos & Politik: Apakah Program Bantuan Benar-Benar Tepat Sasaran?

Pendahuluan: Bansos, Solusi atau Strategi Politik?

Bantuan sosial (bansos) sering dikemas sebagai solusi atas ketimpangan ekonomi dan kemiskinan. Pemerintah mengalokasikan triliunan rupiah demi memastikan kelompok rentan tetap bisa bertahan hidup. Tapi, pertanyaannya: apakah bansos benar-benar sampai ke tangan mereka yang membutuhkan, atau malah jadi alat politik yang menguntungkan segelintir elite? Seperti yang dikatakan Thomas Piketty (2014) dalam Capital in the Twenty-First Century, distribusi kekayaan sering kali cenderung berpihak pada mereka yang sudah berada di puncak, sementara rakyat biasa hanya mendapat remah-remahnya.

Bansos dan Realita Distribusi: Tepat Sasaran atau Salah Alamat?

Dalam teori ekonomi, bansos seharusnya menjadi alat redistribusi yang efektif, tetapi di Indonesia, berbagai kasus menunjukkan betapa kacaunya implementasi di lapangan. Data dari Kementerian Sosial RI (2023) mengungkap bahwa sekitar 40% penerima bansos tidak memenuhi kriteria penerima manfaat. Kenapa bisa begitu?

  1. Data yang Tidak Akurat – Banyak masyarakat yang benar-benar miskin justru tidak masuk dalam daftar penerima karena sistem pendataan yang lemah (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik, 2023).

  2. Kebocoran Anggaran dan Korupsi – Sejumlah pejabat daerah sering kali menyalahgunakan bansos untuk kepentingan pribadi. Kasus korupsi bansos Covid-19 yang melibatkan pejabat tinggi membuktikan bahwa program ini rawan diselewengkan (Transparency International, 2022).

  3. Politisasi Bansos – Jelang pemilu, bansos sering dijadikan instrumen politik untuk meraih suara, bukan sebagai alat kesejahteraan rakyat (Aspinal & Mietzner, 2020).

Bansos dan Ketimpangan: Siapa yang Sebenarnya Untung?

Bansos seharusnya membantu masyarakat miskin, tapi dalam praktiknya, sering kali justru menguntungkan kelompok yang lebih berkuasa. Studi oleh Bank Dunia (2022) menunjukkan bahwa sebagian besar subsidi pemerintah justru dinikmati oleh kelompok menengah dan atas, bukan rakyat miskin.

Dalam konteks politik, bansos sering kali dipakai sebagai alat untuk memperkuat dominasi oligarki ekonomi. Piketty (2020) menegaskan bahwa ketimpangan ekonomi cenderung semakin melebar jika distribusi kekayaan tidak dikoreksi melalui kebijakan fiskal yang progresif. Sayangnya, di Indonesia, pajak progresif yang bisa membiayai bansos justru minim, sementara utang negara terus bertambah (Kementerian Keuangan, 2023).

Alternatif Kebijakan: Solusi Beyond Bansos

Kalau bansos sering bocor dan rawan manipulasi, lalu apa solusinya? Amartya Sen (1999) dalam Development as Freedom menyarankan bahwa bansos harus dibarengi dengan kebijakan yang meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat miskin. Beberapa langkah yang bisa diambil:

  1. Pendataan Berbasis Teknologi – Menggunakan sistem digital yang transparan untuk memastikan bansos diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan.

  2. Pajak Progresif untuk Keadilan Sosial – Menarik pajak lebih tinggi dari kelompok kaya untuk mendanai program kesejahteraan yang lebih adil.

  3. Investasi pada Infrastruktur Sosial – Pendidikan dan kesehatan yang terjangkau lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan dibanding bansos yang sifatnya jangka pendek (UNDP, 2021).

Kesimpulan: Reformasi atau Sekadar Retorika?

Bansos memang bisa jadi instrumen untuk mengurangi ketimpangan, tapi tanpa reformasi kebijakan, ia hanya akan jadi instrumen politik yang tidak efektif. Selama sistemnya tidak transparan dan redistribusi ekonomi masih berat sebelah, masyarakat miskin hanya akan terus jadi objek kebijakan, bukan subjek yang diberdayakan.

Seperti yang dibilang Piketty (2014), "Tanpa kebijakan fiskal yang berpihak pada keadilan sosial, ketimpangan akan terus tumbuh, dan demokrasi akan tetap tunduk pada kekuatan modal." Jadi, apakah bansos benar-benar solusi? Atau cuma alat politis yang semakin memperdalam ketimpangan? Jawabannya tergantung pada bagaimana kita sebagai masyarakat mengawal kebijakan ini.

Referensi

  • Piketty, T. (2014). Capital in the Twenty-First Century. Harvard University Press.

  • Amartya Sen. (1999). Development as Freedom. Oxford University Press.

  • Kementerian Sosial RI. (2023). "Laporan Tahunan Bantuan Sosial di Indonesia."

  • Bank Dunia. (2022). "The Impact of Social Assistance Programs on Economic Equity."

  • Aspinal, E., & Mietzner, M. (2020). "Political Clientelism in Southeast Asia: The Role of Social Assistance."

  • UNDP. (2021). "Beyond Social Protection: A Framework for Sustainable Economic Empowerment."

  • Transparency International. (2022). "Corruption in Social Welfare Programs: Case Studies from Indonesia."

  • Kementerian Keuangan RI. (2023). "APBN dan Tantangan Fiskal ke Depan."