Dampak Kebijakan Tarif Impor Amerika Serikat terhadap Harga Ekspor Kedelai ke Indonesia per April 2025

Blog post description.

EKONOMI & BISNISOPINI & ANALISISPOLITIK & KEBIJAKAN PUBLIK

4/5/20252 min read

Kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada awal tahun 2025 telah menimbulkan dampak signifikan terhadap perdagangan global, termasuk pasar kedelai internasional. Salah satu kebijakan utamanya adalah penerapan tarif universal sebesar 10% atas seluruh barang impor ke Amerika Serikat, disertai dengan tarif yang lebih tinggi terhadap negara-negara tertentu seperti Tiongkok dan Meksiko (Tax Foundation, 2025). Kebijakan ini memicu respons balasan berupa tarif retaliasi dari negara-negara mitra dagang utama, khususnya Tiongkok, yang kemudian berdampak pada dinamika ekspor komoditas utama Amerika Serikat seperti kedelai.

Per 10 April 2025, Tiongkok memberlakukan tarif balasan sebesar 34% atas impor kedelai dari Amerika Serikat (AP News, 2025). Langkah ini menyebabkan penurunan permintaan kedelai AS dari pasar Tiongkok, yang selama ini merupakan salah satu konsumen utama. Akibatnya, harga kedelai di pasar internasional mengalami penurunan sebesar 3,7%, menjadikannya sekitar USD 9,73 per bushel (Barrons, 2025). Penurunan ini secara langsung membuka peluang bagi negara-negara pengimpor lain seperti Indonesia untuk memperoleh kedelai dengan harga lebih kompetitif.

Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor kedelai terbesar di Asia Tenggara, dengan kebutuhan domestik yang sangat tinggi, terutama untuk industri tempe, tahu, serta bahan pangan olahan lainnya (Wahyudi & Syaukat, 2021). Sekitar 70% kedelai Indonesia berasal dari impor, dan mayoritas di antaranya disuplai oleh Amerika Serikat. Dengan demikian, fluktuasi harga kedelai di pasar global memiliki implikasi besar terhadap kestabilan harga pangan di dalam negeri.

Dari sudut pandang Indonesia, kebijakan tarif AS yang tidak secara langsung menyasar ekspor, melainkan hanya impor, justru menciptakan kondisi pasar yang lebih menguntungkan. Penurunan harga kedelai AS di pasar global akibat melemahnya permintaan dari Tiongkok memungkinkan Indonesia mengimpor kedelai dengan harga yang lebih rendah, setidaknya dalam jangka pendek. Hal ini dapat membantu menekan biaya produksi industri pangan dalam negeri dan menjaga kestabilan harga konsumen.

Namun demikian, volatilitas dalam perdagangan global akibat kebijakan proteksionisme ini tetap menyimpan risiko jangka panjang. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, gangguan logistik global, serta ketidakpastian politik dapat membalikkan keuntungan sementara ini menjadi tekanan ekonomi dalam waktu singkat (World Bank, 2023). Oleh karena itu, Indonesia perlu mengambil langkah mitigasi risiko dengan cara diversifikasi sumber impor kedelai dan mendorong peningkatan produksi domestik untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasokan luar negeri.

Kesimpulan

Dampak kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Trump pada tahun 2025 menunjukkan konsekuensi global yang luas, termasuk pada sektor pangan Indonesia. Penurunan harga kedelai ekspor dari AS akibat perang dagang dengan Tiongkok membawa manfaat ekonomi bagi Indonesia dalam jangka pendek. Namun, untuk menjaga ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan, perlu ada strategi jangka panjang berupa diversifikasi pasokan dan penguatan produksi lokal.