PRAJOGO PANGESTU AKUISISI KILANG MINYAK MILIK SHELL DI SINGAPURA. KETAHANAN ENERGI INDONESIA MENINGKAT?

OPINI & ANALISIS

4/2/20253 min read

Pendahuluan

Ketahanan energi telah menjadi isu sentral dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia menghadapi tantangan besar akibat ketergantungan pada impor bahan bakar dan kontrol asing terhadap infrastruktur energi nasional. Namun, akuisisi kilang minyak Shell di Singapura oleh konglomerat Indonesia, Prajogo Pangestu, menjadi titik balik penting dalam sejarah ketahanan energi nasional. Langkah ini bukan hanya memperkuat posisi Indonesia di pasar global, tetapi juga mengurangi dominasi korporasi asing dalam sektor energi domestik (Suyanto, 2024).

Sejarah Ketergantungan Energi Indonesia

Sejak liberalisasi ekonomi pada akhir abad ke-20, sektor energi Indonesia sebagian besar dikendalikan oleh perusahaan multinasional. Situasi ini diperburuk oleh kebijakan Orde Baru yang membuka pintu bagi eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi asing (Robison & Hadiz, 2017). Akibatnya, kilang minyak dalam negeri sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik, memaksa Indonesia mengandalkan impor dari negara-negara tetangga, termasuk Singapura.

Dengan meningkatnya harga minyak dunia dan ketidakstabilan geopolitik, posisi Indonesia semakin lemah dalam perundingan energi global. Dalam konteks inilah, akuisisi aset kilang minyak Shell di Singapura oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk—perusahaan yang dikendalikan oleh Prajogo Pangestu—menjadi langkah berani dalam merebut kembali kendali atas pasokan energi nasional (Basri & Hill, 2023).

Analisis Data: Implikasi Akuisisi terhadap Ketahanan Energi Nasional

Akuisisi ini mencakup kilang dengan kapasitas pemrosesan 237.000 barel minyak mentah per hari dan fasilitas petrokimia dengan kapasitas produksi ethylene sebesar 1,1 juta metrik ton per tahun (Reuters, 2025). Dengan akuisisi ini, Indonesia dapat mengurangi impor bahan bakar, menstabilkan harga energi dalam negeri, dan meningkatkan daya saing industri nasional. Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor lebih dari 500.000 barel minyak per hari dari Singapura sebelum akuisisi ini, yang berarti ketergantungan terhadap impor dapat berkurang setidaknya 40% dalam lima tahun ke depan (Kementerian ESDM, 2025).

Selain itu, akuisisi ini memungkinkan Indonesia mengamankan pasokan bahan baku petrokimia yang selama ini dikuasai oleh perusahaan asing. Industri petrokimia merupakan tulang punggung sektor manufaktur modern, dari plastik hingga farmasi. Dengan kepemilikan kilang ini, industri dalam negeri tidak lagi harus bergantung pada harga dan kebijakan ekspor negara lain (Sundari & Wijaya, 2024).

Menolak Dominasi Elite Asing: Nasionalisme Ekonomi dalam Aksi

Dalam beberapa dekade terakhir, neoliberalisme telah membuat Indonesia rentan terhadap eksploitasi asing di sektor energi. Para elite global dengan bebas mengontrol pasokan energi dan menentukan harga sesuai kepentingan mereka. Akuisisi kilang Shell oleh Prajogo Pangestu menandai perlawanan terhadap dominasi ini. Ini adalah contoh konkret bagaimana kapitalis nasional dapat melindungi kepentingan bangsa dan melawan cengkeraman korporasi asing (Winters, 2023).

Langkah ini juga sejalan dengan strategi pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan energi. Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan menekankan pentingnya industrialisasi berbasis sumber daya domestik sebagai pilar utama pembangunan ekonomi. Akuisisi ini mendukung kebijakan hilirisasi industri yang telah dicanangkan sejak 2019, memperkuat kemandirian ekonomi nasional dan menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia (Setneg RI, 2025).

Kesimpulan

Akuisisi kilang Shell di Singapura oleh Prajogo Pangestu bukan hanya keputusan bisnis semata, tetapi sebuah langkah strategis dalam perjuangan menuju ketahanan energi nasional. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor, memperkuat industri petrokimia domestik, dan mengembalikan kontrol energi ke tangan bangsa sendiri, Indonesia semakin siap menghadapi tantangan global di masa depan. Ini adalah bukti bahwa kapitalisme nasional yang berpihak pada kepentingan rakyat dapat menjadi instrumen perlawanan terhadap dominasi elite asing.

Referensi

  • Basri, C., & Hill, H. (2023). Economic Challenges and Policy Choices in Indonesia. Oxford University Press.

  • Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2025). Laporan Tahunan Ketahanan Energi Nasional. Kementerian ESDM.

  • Reuters. (2025). "Shell Completes Sale of Singapore Refining Assets to Chandra Asri and Glencore Group."

  • Robison, R., & Hadiz, V. (2017). Reorganizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets. Routledge.

  • Setneg RI. (2025). Strategi Hilirisasi Industri dalam Pembangunan Nasional.

  • Sundari, R., & Wijaya, T. (2024). Petrochemical Industry in Southeast Asia: Opportunities and Challenges. ASEAN Economic Journal.

  • Suyanto, B. (2024). National Energy Policy and Indonesia’s Economic Sovereignty. UI Press.

  • Winters, J. (2023). Oligarchy and Capitalism in Southeast Asia. Cambridge University Press.