SIAPA YANG MENANGGUNG BEBAN PAJAK? ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL 2024
OPINI & ANALISIS
Friedmanov
5/8/20242 min read


Lo pernah nggak sih, lagi ngopi santai tiba-tiba denger berita soal kenaikan pajak dan langsung kepikiran,
"Duh, gue kena dampaknya nggak ya?" Gue juga begitu.
Awalnya gue pikir pajak itu urusan perusahaan gede dan orang-orang kaya. Tapi setelah gue ngulik lebih dalam, ternyata semua orang—dari yang gajinya UMR sampai konglomerat—kena dampaknya, langsung atau nggak langsung. Jadi, siapa sebenernya yang paling berat nanggung beban pajak di 2024?
Bab I: Pajak, Dari Mana Asalnya dan ke Mana Perginya?
Pajak itu sumber duit utama negara. Dari situ, pemerintah ngebiayain pendidikan, kesehatan, subsidi BBM, sampai pembangunan jalan tol. Menurut Kementerian Keuangan (2023), penerimaan pajak Indonesia ditargetin tembus Rp2.000 triliun di 2024. Tapi masalahnya, siapa yang bayar paling gede?
Di Indonesia, ada dua jenis pajak utama: pajak langsung dan nggak langsung. Pajak langsung kayak Pajak Penghasilan (PPh), yang dipotong dari gaji atau keuntungan bisnis lo. Sementara pajak nggak langsung, kayak Pajak Pertambahan Nilai (PPN), diem-diem ditagih tiap kali lo beli kopi di kafe favorit lo. Dengan kebijakan PPN naik jadi 12% di 2025 (UU HPP, 2021), pertanyaannya: siapa yang bakal paling kena dampaknya?
Bab II: Si Kaya, Si Miskin, dan Si Menengah—Siapa yang Paling Kena?
Secara teori, pajak itu dibuat supaya adil. Yang kaya bayar lebih, yang miskin dibantu. Tapi di dunia nyata, sering banget kebijakan pajak malah bikin kelas menengah ke bawah yang paling kena. Misalnya, data dari OECD (2023) nunjukin bahwa pajak konsumsi kayak PPN lebih berat buat masyarakat berpendapatan rendah. Soalnya, buat mereka, hampir semua pemasukan habis buat konsumsi, jadi pajaknya terasa lebih berat dibanding orang kaya yang bisa investasi duitnya.
Di sisi lain, pajak perusahaan (PPh Badan) turun dari 25% ke 22% buat dorong investasi (Bank Dunia, 2023). Tujuan utamanya sih biar ekonomi tumbuh. Tapi kalau kebijakan ini lebih banyak nguntungin korporasi dibanding UMKM, apa nggak malah makin gedein jurang ekonomi?
Bab III: Jalan Tengah atau Perangkap Pajak?
Sebenernya, ada beberapa strategi buat bikin sistem pajak lebih adil. Salah satunya adalah pajak progresif yang lebih ketat buat orang super tajir, kayak wealth tax yang udah diterapin di beberapa negara Eropa (Piketty, 2019). Tapi, ini susah banget diimplementasiin di Indonesia karena banyak orang kaya yang lebih milih naro duit mereka di luar negeri biar nggak kena pajak tinggi.
Alternatif lain? Reformasi pajak yang lebih berpihak ke rakyat. Misalnya, potongan pajak lebih gede buat kelas menengah dan UMKM, sementara yang kaya dan perusahaan besar bayar lebih. Beberapa negara kayak Kanada dan Jerman udah sukses dengan model ini (IMF, 2023).
Jadi, Harus Gimana?
Dari semua yang gue pelajari, satu hal jelas: sistem pajak kita masih punya banyak PR. Kelas bawah yang pendapatannya pas-pasan harusnya lebih dilindungi dari beban pajak berlebihan, sementara kelas atas dan perusahaan besar kudu lebih berkontribusi buat ekonomi negara. Pajak yang adil itu bukan soal siapa yang bayar lebih banyak, tapi siapa yang bayar sesuai kemampuan dan siapa yang beneran dapet manfaat dari pajak itu sendiri.
Jadi, apakah kebijakan pajak 2024 solusi atau justru beban baru? Jawabannya tergantung kita semua: apakah kita cuma diam atau mulai kritis terhadap ke mana pajak kita mengalir.
Referensi
Bank Dunia. (2023). Indonesia Economic Prospects: Navigating Uncertainty. Washington, DC: World Bank.
IMF. (2023). Global Taxation Trends and Implications. Washington, DC: International Monetary Fund.
Kementerian Keuangan RI. (2023). Laporan APBN 2024. Jakarta: Kementerian Keuangan RI.
OECD. (2023). Taxation and Economic Inequality: A Global Perspective. Paris: OECD Publishing.
Piketty, T. (2019). Capital and Ideology. Harvard University Press.
UU HPP. (2021). Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan No. 7 Tahun 2021. Republik Indonesia.